Sabtu, 19 Agustus 2017

Mengenai Perasaan (1)

Jujur saja.

Membuka hati yang pernah hancur itu seperti membuka pintu yang engselnya rusak. Susah untuk diperbaiki, kecuali diganti dengan engsel yang baru.

Masih teringat, ketika pintu masih bisa terbuka dan gue menyilakan seseorang untuk masuk ke dalam hidup gue. Di saat itu gue bener-bener merasa seperti anak kecil yang dikasih mainan. Sangat bahagia sekali.

Beberapa waktu yang gue jalani bersamanya memang tidak lama. Bukan karena gue tidak berusaha. Tetapi, ya, gue memang bodoh. Kenapa tidak bisa memperjuangkan orang yang memang tidak mereka sukai. Bukannya tetap mempertahankan perasaan di ujung tombak yang runcing, gue malah menjatuhkan diri sendiri. Menjauh. Menghindar.

Berharap gue tidak memberikan hati yang lebih dan mencoba agar dia bisa melupakan gue secara perlahan.

Semua itu tidak bisa gue pungkiri, setelah gue terjun ke dalam dunia yang sesungguhnya, kita tetap dipertemukan kembali. Dan sekarang kita seperti dua orang asing yang baru berkenalan. Mengeluarkan kata-kata yang dulu sangat mudah untuk dicerna kita berdua, sekarang seakan itu adalah hal yang sangat sangat haram untuk diucapkan. Gue tidak seperti orang lain yang mudah melupakan seseorang maupun kenangan-kenangannya. Tapi gue adalah orang yang berusaha untuk melupakan.

Entah benar atau tidak, yang gue denger dari adek sendiri, masih ada sedikit rasa perhatian yang muncul. Atau mungkin saja kamu memang cuma sekedar ingin bertanya. Gue tidak tau. Yang jelas, gue mendengar hal itu sempat membuat gue bimbang untuk memulai lagi.

Memulai lagi? Setelah berkali-kali?

Mungkin tidak akan terjadi.
Tapi entahlah, gue sangat bimbang sekarang.

Gue tau persis bagaimana rasanya dikecewakan. Dan itu sakit banget. Bukan cuma sekali kamu dikecewakan, tapi sudah yang kedua kalinya. Gue tau itu sangat berat dan rasa sakit yang dirasakan mungkin masih membekas sampai saat ini. Bahkan mungkin ada selintas pikiran bahwa: "ah, ngapain aku berusaha lagi? toh nantinya aku bakal dikecewain lagi. ini tidak akan terulang untuk yang ketiga kalinya"

Penyesalan itu memang datang di akhir sebuah kisah. Dan itu memang benar adanya. Gue tidak tau bagaimana menghadapi hari ke depan di saat kita berjumpa kembali. Rasa ingin memiliki itu masih ada dalam hasrat di dalam diri gue. Tapi setelah semua yang terjadi... aahhh...

Untuk hati yang pernah dikecewakan, gue minta maaf. Bukan salah kalian atau keadaan yang tidak merestui, melainkan karena kebodohan dan keegoisan diri gue sendiri.

Jujur, gue ingin memutarbalikkan waktu dan memperbaiki kesalahan-kesalahan gue di masa lalu.

Karena sampai sekarang,
gue masih dibayangi oleh begitu banyak rasa penyesalan,
dan mungkin,
kita tidak bisa berbahagia seperti dulu lagi.

mayoritas
Share:

0 komentar: