Sebuah perjalanan membuat pikiran gue tertuang dalam sebuah tulisan.
Tulisan yang sebenernya engga begitu penting buat dibaca.
Gue baru pulang dari suatu tempat. Suatu tempat yang udah bisa membuat gue merasa bebas untuk sesaat. Suatu tempat dimana gue pergi bersama temen-temen yang baru gue kenal.
Sebelum itu gue hanya bengong sendiri, memikirkan kemana tujuan gue untuk pergi. Pakaian yang dikenakan sudah rapi, dompet sudah terisi tebal, muka udah ganteng, tapi tetap.. gue tidak mempunyai tujuan.
Setelah melihat travel yang lewat, gue nekat pergi. Entah kemana travel itu membawa gue pergi, gue tidak terlalu peduli. Di persimpangan, masuklah dua orang remaja duduk di samping gue. Pakaian yang mereka kenakan sama persis dengan gue, pakaian dinas. Sama. Mereka juga tidak punya tujuan yang pasti.
Kami bertiga pun pergi layaknya pemain Para Pencari Tuhan di tipi-tipi itu, berkeliling tanpa arah dan tujuan. Sebuah papan jalan menujukkan bahwa kami berada di sebuah kota di Jawa Barat. Disana, kami di drop oleh supir dan sisanya kami berjalan kaki menyusuri setiap kerumunan orang yang lewat.
Gue seakan merasa seperti berada di kota halaman sendiri. Gue bisa makan dengan sesuka hati, belanja dengan sesuka hati, dan tentunya bisa merasakan semua kebebasan ini dengan suka hati. Ah, lupakan sajalah.
Kami bertiga pergi hanya sekitar 3 jam. Karena waktu itu sudah menunjukkan pukul 6 sore, dan gue harus segera kembali ke habitat asli gue.
Tulisan yang sebenernya engga begitu penting buat dibaca.
Gue baru pulang dari suatu tempat. Suatu tempat yang udah bisa membuat gue merasa bebas untuk sesaat. Suatu tempat dimana gue pergi bersama temen-temen yang baru gue kenal.
Sebelum itu gue hanya bengong sendiri, memikirkan kemana tujuan gue untuk pergi. Pakaian yang dikenakan sudah rapi, dompet sudah terisi tebal, muka udah ganteng, tapi tetap.. gue tidak mempunyai tujuan.
Setelah melihat travel yang lewat, gue nekat pergi. Entah kemana travel itu membawa gue pergi, gue tidak terlalu peduli. Di persimpangan, masuklah dua orang remaja duduk di samping gue. Pakaian yang mereka kenakan sama persis dengan gue, pakaian dinas. Sama. Mereka juga tidak punya tujuan yang pasti.
Kami bertiga pun pergi layaknya pemain Para Pencari Tuhan di tipi-tipi itu, berkeliling tanpa arah dan tujuan. Sebuah papan jalan menujukkan bahwa kami berada di sebuah kota di Jawa Barat. Disana, kami di drop oleh supir dan sisanya kami berjalan kaki menyusuri setiap kerumunan orang yang lewat.
Gue seakan merasa seperti berada di kota halaman sendiri. Gue bisa makan dengan sesuka hati, belanja dengan sesuka hati, dan tentunya bisa merasakan semua kebebasan ini dengan suka hati. Ah, lupakan sajalah.
Kami bertiga pergi hanya sekitar 3 jam. Karena waktu itu sudah menunjukkan pukul 6 sore, dan gue harus segera kembali ke habitat asli gue.
Dalam perjalanan pulang...
Ya, hujan menemani perjalanan gue.
Ya, hujan menemani perjalanan gue.
Sebuah momen yang selalu bikin gue merasa lebih deket dengan kedamaian.
Gue terdiam dalam sunyi.
Temen disamping gue yang tadi ngajak ngobrol tidak taunya sudah terlelap memejamkan mata. Entah kenapa walaupun mata gue terkantuk-kantuk, gue tetep tidak bisa menutup mata. Gue masih menikmati indahnya perjalanan menuju pulang.
Diantara hujan yang turun, gue menuliskan catatan singkat ini. Diantara kesunyian ini, gue menerawang jauh ke luar jendela, pandangan gue menembus titik-titik air yang membasahi kaca. Jalanan yang mulus, wiper mobil yang bergerak naik turun, suara serak dari radio mobil membuat suasana ini semakin membawa gue ke alam yang lain.
Andaikan gue bisa merasakan suasana seperti ini sedikit lebih lama...
Diantara hujan yang turun, gue menuliskan catatan singkat ini. Diantara kesunyian ini, gue menerawang jauh ke luar jendela, pandangan gue menembus titik-titik air yang membasahi kaca. Jalanan yang mulus, wiper mobil yang bergerak naik turun, suara serak dari radio mobil membuat suasana ini semakin membawa gue ke alam yang lain.
Andaikan gue bisa merasakan suasana seperti ini sedikit lebih lama...