Gue nulis postingan ini lantaran gue keinget tulisan gue 3 tahun yang lalu.
Ketika saat itu gue nulis postingan yang berjudul Mati Satu, Tumbuh Seribu di blog ini.
Kejadian yang sama, yang terjadi berulang-ulang di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Memulai sebuah pertemuan pasti nantinya kita harus siap menghadapi kemungkinan akan adanya sebuah perpisahan. Tidak hanya dalam hubungan pertemanan ataupun hubungan harmonis sebuah keluarga, dalam menjalani sebuah hubungan yang beranjak serius juga pasti akan mengalami kejadian yang serupa. Menghadapi sebuah kemungkinan dari harapan yang tidak akan mungkin terjadi.
Dalam umur gue yang sekarang, seharusnya gue sudah semakin dewasa dalam mengambil keputusan. Tapi entah kenapa, pikiran akal sehat gue masih dibutakan oleh kata 'cinta' yang semakin lama semakin membuat gue lupa diri. Memang, membangun sebuah hubungan itu tidaklah mudah. Dari perjuangan kita mendekati, menghampiri, berkenalan, lalu saling mempertahankan. Semua itu tidak akan pernah terbayar ketika ada seseorang yang mengatakan: apakah kamu siap menghadapi segala kemungkinan yang ada? kemungkinan terburuk dari hubungan kita?
Gue tidak akan pernah menyangka, gue akan mengalami patah hati terhebat gue. Di saat semua usaha dan perjuangan dalam mempertahankan cinta itu sudah dilakukan, gue menghadapi sebuah pilihan yang menyangkut antara
harapan dan kenyataan. Seperti yang gue inget dari quotes suatu film: tidak selamanya apa yang kita harapkan akan terwujud, dan tidak selamanya pula apa yang kita takutkan akan benar-benar terjadi. Gue lebih percaya pada line yang pertama.
Di kampus, gue inget pernah ngobrol dengan seorang teman:
"susah banget ya vik.."
"apanya?"
"susah banget ya buat ngelupain"
"ngelupain siapa? si itu?"
"iya, cerita yang dimulai selama 3 tahun memang susah buat dilupain"
"iya bay, terkadang memang begitu", kemudian dia menambahkan, "yang paling susah dilupain dalam hubungan itu bukan orangnya, tapi perjuangan yang pernah kita lakuin itu bay.."
Hening.
Gue belajar, bahwa dalam menjalani hidup, perputaran roda kehidupan akan terus berputar dan tidak berhenti di satu titik. Siapa yang akan mengira, setelah gue sudah menerima semua kenyataan yang ada, dan memulai hidup yang baru (lagi), sekian orang menghampiri.
Katakanlah, seperti kita menaiki sebuah angkot. Ketika sang supir menurunkan seorang penumpang, pasti akan ada lebih banyak penumpang lagi yang ikut dalam perjalanan kita. Namun bagi gue, tidak semua penumpang itu akan gue ikutkan dalam perjalanan dan gue turunkan di tempat tujuan. Semua harus dipilah, dipilih, dan diseleksi. Mana yang baik, mana yang kurang baik. Mungkin dari sejumlah penumpang itu ada preman, tukang begal, atau bahkan pembunuh. Gue tidak akan berniat membawa penumpang sampai ke tujuannya, atau mungkin bahkan gue turunkan di tengah jalan.
Pernah, ada yang meminta gue ketemuan di suatu tempat ketika gue berada di luar kampus. Pernah, ada yang meminta gue ketemuan di daerah kalau gue udah cuti. Pernah juga ada yang ngechat gue dan muji-muji gue dengan berpura-pura kalau yang nulis itu temennya. Cinta lama juga pernah mekar kembali, tapi akhirnya layu kembali juga. Pernah, ada yang datang ke gue dengan dalih bertanya soal kuliah dan berujung dengan pertukaran id. Ada juga yang meminta id gue dengan secara paksa. Ini agresif banget. Dan yang lebih parah, belum ada gue ngomong apa-apa, orang ini udah minta jodoh-jodohan. Gue bukan peserta Take Me Out!
Dari yang gue alamin, gue masih percaya pada statement: mati satu, tumbuh seribu. Tapi gue akan lebih percaya kalau dalam hidupnya ada yang mengatakan: mati satu, tumbuh sejuta. Karena kita masih belum tau, akan ada seberapa banyak pilihan yang akan menghampiri. Dan kita juga masih belum tau, dari seberapa banyak pilihan itu, mana yang memang baik untuk kita.
Dan dari situ kita akan belajar:
penumpang mana yang patut kita antar sampai ke tujuan.
Ketika saat itu gue nulis postingan yang berjudul Mati Satu, Tumbuh Seribu di blog ini.
Kejadian yang sama, yang terjadi berulang-ulang di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Memulai sebuah pertemuan pasti nantinya kita harus siap menghadapi kemungkinan akan adanya sebuah perpisahan. Tidak hanya dalam hubungan pertemanan ataupun hubungan harmonis sebuah keluarga, dalam menjalani sebuah hubungan yang beranjak serius juga pasti akan mengalami kejadian yang serupa. Menghadapi sebuah kemungkinan dari harapan yang tidak akan mungkin terjadi.
Dalam umur gue yang sekarang, seharusnya gue sudah semakin dewasa dalam mengambil keputusan. Tapi entah kenapa, pikiran akal sehat gue masih dibutakan oleh kata 'cinta' yang semakin lama semakin membuat gue lupa diri. Memang, membangun sebuah hubungan itu tidaklah mudah. Dari perjuangan kita mendekati, menghampiri, berkenalan, lalu saling mempertahankan. Semua itu tidak akan pernah terbayar ketika ada seseorang yang mengatakan: apakah kamu siap menghadapi segala kemungkinan yang ada? kemungkinan terburuk dari hubungan kita?
Gue tidak akan pernah menyangka, gue akan mengalami patah hati terhebat gue. Di saat semua usaha dan perjuangan dalam mempertahankan cinta itu sudah dilakukan, gue menghadapi sebuah pilihan yang menyangkut antara
harapan dan kenyataan. Seperti yang gue inget dari quotes suatu film: tidak selamanya apa yang kita harapkan akan terwujud, dan tidak selamanya pula apa yang kita takutkan akan benar-benar terjadi. Gue lebih percaya pada line yang pertama.
Di kampus, gue inget pernah ngobrol dengan seorang teman:
"susah banget ya vik.."
"apanya?"
"susah banget ya buat ngelupain"
"ngelupain siapa? si itu?"
"iya, cerita yang dimulai selama 3 tahun memang susah buat dilupain"
"iya bay, terkadang memang begitu", kemudian dia menambahkan, "yang paling susah dilupain dalam hubungan itu bukan orangnya, tapi perjuangan yang pernah kita lakuin itu bay.."
Hening.
Gue belajar, bahwa dalam menjalani hidup, perputaran roda kehidupan akan terus berputar dan tidak berhenti di satu titik. Siapa yang akan mengira, setelah gue sudah menerima semua kenyataan yang ada, dan memulai hidup yang baru (lagi), sekian orang menghampiri.
Katakanlah, seperti kita menaiki sebuah angkot. Ketika sang supir menurunkan seorang penumpang, pasti akan ada lebih banyak penumpang lagi yang ikut dalam perjalanan kita. Namun bagi gue, tidak semua penumpang itu akan gue ikutkan dalam perjalanan dan gue turunkan di tempat tujuan. Semua harus dipilah, dipilih, dan diseleksi. Mana yang baik, mana yang kurang baik. Mungkin dari sejumlah penumpang itu ada preman, tukang begal, atau bahkan pembunuh. Gue tidak akan berniat membawa penumpang sampai ke tujuannya, atau mungkin bahkan gue turunkan di tengah jalan.
Pernah, ada yang meminta gue ketemuan di suatu tempat ketika gue berada di luar kampus. Pernah, ada yang meminta gue ketemuan di daerah kalau gue udah cuti. Pernah juga ada yang ngechat gue dan muji-muji gue dengan berpura-pura kalau yang nulis itu temennya. Cinta lama juga pernah mekar kembali, tapi akhirnya layu kembali juga. Pernah, ada yang datang ke gue dengan dalih bertanya soal kuliah dan berujung dengan pertukaran id. Ada juga yang meminta id gue dengan secara paksa. Ini agresif banget. Dan yang lebih parah, belum ada gue ngomong apa-apa, orang ini udah minta jodoh-jodohan. Gue bukan peserta Take Me Out!
Dari yang gue alamin, gue masih percaya pada statement: mati satu, tumbuh seribu. Tapi gue akan lebih percaya kalau dalam hidupnya ada yang mengatakan: mati satu, tumbuh sejuta. Karena kita masih belum tau, akan ada seberapa banyak pilihan yang akan menghampiri. Dan kita juga masih belum tau, dari seberapa banyak pilihan itu, mana yang memang baik untuk kita.
Dan dari situ kita akan belajar:
penumpang mana yang patut kita antar sampai ke tujuan.
0 komentar:
Posting Komentar